Selasa, 04 Mei 2010

30 Hari Untuk 10 Tahun

Dari pintu ke pintu, dari rumah ke rumah, kaki ini tak lelah melangkah. Dibawah ganasnya sang raja siang, kaki ini tetap melangkah. Tujuannya hanya satu, menghitung jumlah penduduk negeri ku yang tercinta. Cukup sulit, banyak rintangan, tapi mau gimana lagi, karena sudah ditunjuk untuk menjalankan tugas, harus dijalani. Rumah mewah yang dihiasi ukiran-ukiran cantik nan elegan, rumah pondok kayu yang dihiasi rayap-rayap mungil nan lucu, semuanya aku singgahi. Tak pandang bulu, mereka semua penduduk Indonesia.

Banyak hal yang ku alami, lucu, sedih, pengalaman yang cukup mengesankan. Apalagi waktu wawancara di rumah yang sangat sederhana, rumah yang tak begitu mewah, rumah yang mana aku berpikir apakah rumah tersebut pantas disebut rumah atau tidak. Hmmm, bingung. Kadang aku tertawa dibalik lamunan kecilku, dan sempat terlintas seuntai pertanyaan yang membuat geli jiwa ku. Mana janji-janji mereka dulu, janji-janji yang mereka teriakan di depan kami. Ops, jadi lari bahasannya, aku cuma mau bahas masalah sensus penduduk. Lain kala akan ku bahas masalah pemimpin tersebut, karena aku tertarik pada tulisan teman blogger ku http://silfianaelfa.wordpress.com/ , yang membahas tentang pemimpin.

Balik lagi ke masalah awal, masalah realita penduduk, masalah bagaimana mereka bertahan hidup, masalah bagaimana mereka bisa tertawa diatas penderitaannya. Kesabaran memang harus dituntut, karena kita menghadapi berbagai macam watak warga, berbagai macam pemikiran. Ditanya A dijawab B, argh....., tapi kita harus sabar. Lain lagi dengan mereka-mereka yang sudah berumur. Hal-hal lucu pun tak terelakan, ditanya umur mereka malah ketewa, ditanya tamat apa mereka malah ketawa. Mereka bilang mereka lahir pada zaman belanda, pada zaman jepang, aku pun binggung, Cuma zaman yang mereka bilang, entah kapan tahunnya mereka tak tahu. Lain lagi dengan pendidikan, mereka bilang orang dulu mana ada sekolah tinggi, kami dulu tak punya uang, kami miskin. Padahal banyak ilmuwan-ilmuwan yang lahir dari zaman dulu, mereka juga serba kekurangan, tapi mereka punya niat untuk cerdas, punya niat untuk maju. Uah,...., pengalaman sensus yang mengesankan . . .

Tidak ada komentar: